ISBN Lama Terbit: Apa yang Sebenarnya Terjadi di Indonesia?

Indonesia saat ini tengah menghadapi isu krisis ISBN (International Standard Book Number), sebagaimana mencuat di media sosial X baru-baru ini. ISBN, yang terdiri dari 13 digit nomor unik, berfungsi sebagai identitas resmi buku, mencakup informasi seperti judul, penerbit, dan kategori penerbit. Di Indonesia, pengelolaan ISBN berada di bawah tanggung jawab Perpustakaan Nasional (Perpusnas), yang mendapatkan alokasi nomor ISBN dari Badan Internasional ISBN berbasis di London. Pada tahun 2018, Indonesia menerima alokasi sebanyak 1 juta nomor ISBN, yang seharusnya cukup untuk memenuhi kebutuhan penerbitan selama sekitar 10 tahun. Namun, lonjakan penerbitan buku selama pandemi Covid-19 menyebabkan pengurasan besar-besaran terhadap stok tersebut. Hingga kini, hanya tersisa sekitar 270 ribu nomor ISBN dari alokasi awal tersebut. Peningkatan jumlah buku yang diterbitkan pada masa pandemi menjadi salah satu faktor utama krisis ini. Dalam periode 2020–2021 saja, sebanyak 208.191 buku dengan ISBN diterbitkan. Dalam kurun waktu empat tahun sejak alokasi terakhir pada 2018 hingga 2021, Indonesia telah menggunakan 623 ribu nomor ISBN, sementara hingga 2023, angka tersebut telah meningkat menjadi 728.389 buku. Lonjakan ini tidak hanya disebabkan oleh buku terbitan konvensional, tetapi juga oleh fenomena penerbitan masif dari buku-buku seperti fanfiksi, web novel, dan karya terbitan pribadi (self-publishing). Kondisi ini memicu perhatian dari Badan Internasional ISBN, yang sempat menegur Perpusnas terkait volume penerbitan buku yang dianggap tidak wajar. Akibatnya, Indonesia menghadapi tantangan serius dalam menyediakan ISBN bagi buku-buku baru. Banyak buku mengalami keterlambatan penerbitan, bahkan beberapa di antaranya batal mendapatkan ISBN. Meskipun buku tetap dapat diterbitkan tanpa ISBN, ketiadaan nomor tersebut membuat buku tidak tercatat secara resmi dalam sistem nasional Perpusnas, yang memengaruhi pelacakan identitas dan distribusinya. Dampak lain dari krisis ini adalah terhambatnya penerbitan ulang buku yang memerlukan ISBN baru, terutama jika terjadi perubahan signifikan pada kontennya. Tanpa nomor ISBN yang baru, proses penerbitan ulang menjadi tidak memungkinkan. Dengan jumlah nomor yang semakin terbatas, krisis ISBN di Indonesia menjadi tantangan besar yang perlu segera diatasi demi mendukung keberlanjutan dunia literasi dan penerbitan nasional. (Penulis: Muhammad Soleh, S.Ag, M.A)